Selanjutnya, pada hari yang telah ditentukan berangkatlah rombongan Raden Rahmat ke sebuah daerah di Surabaya yang kemudian disebut dengan Ampeldenta.
Rombongan itu melalui desa Krian, Wonokromo terus memasuki Kembangkuning. Selama dalam perjalanan beliau juga berdakwah kepada penduduk setempat yang dilaluinya.
Dakwah yang pertama kali dilakukannya cukup unik.
Beliau membuat kerajinan berbentuk kipas yang terbuat dari akar tumbuh-tumbuhan tertentu dan dianyam rotan. Kipas-kipas itu dibagi-bagikan kepada penduduk setempat secara gratis.
Para penduduk hanya cukup menukarkannya dengan kalimah syahadat.
Penduduk yang menerima kipas itu merasa sangat senang.
Terlebih setelah mereka mengetahui kipas itu bukan sembarang kipas, akar yang dianyam bersama rotan itu ternyata berdaya penyembuh bagi mereka yang terkena penyakit batuk dan demam.
Dengan cara itu semakin banyak orang yang berdatangan kepada Raden Rahmat.
Pada saat demikianlah ia memperkenalkan keindahan agama Islam sesuai tingkat pemahaman mereka.
Cara itu terus dilakukan hingga rombongan memasuki desa Kembangkuning.
Pada saat itu wilayah desa Kembangkuning belum seluas sekarang ini.
Di sana-sini masih banyak hutan dan digenangi air atau rawa-rawa.
Dengan karomahNYA, Raden Rahmat bersama rombongan membuka hutan dan mendirikan tempat sembahyang sederhana atau langgar.
Tempat sembahyang tersebut sekarang telah dirubah menjadi Masjid yang cukup besar dan bagus, dinamakan sesuai dengan nama Raden Rahmat yaitu Masjid Rahmat Kembangkuning. Di tempat itu pula Raden Rahmat bertemu dan berkenalan dengan dua tokoh masyarakat yaitu: Ki Wiryo Sarojo dan Ki Bang Kuning.
Kedua tokoh masyarakat itu bersama keluarganya masuk Islam dan menjadi pengikut Raden Rahmat.
Dengan adanya kedua tokoh masyarakat itu maka semakin mudah bagi Raden Rahmat untuk mengadakan pendekatan kepada masyarakat sekitarnya.
Terutama kepada masyarakat yang masih memegang teguh adat kepercayaan lama.
Beliau tidak langsung melarang mereka, melainkan memberi pengertian sedikit demi sedikit tentang pentingnya ajaran ketauhidan.
Jika mereka sudah mengenal tauhid atau keimanan kepada Tuhan Pencipta Alam, maka secara otomatis mereka akan meninggalkan sendiri kepercayaan lama yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Setelah sampai di tempat tujuan, pertama kali yang dilakukannya adalah membangun Masjid sebagai pusat kegiatan ibadah.
Ini meneladani apa yang telah dilakukan Nabi Muhammad SAW saat pertama kali sampai di Madinah.
Dan karena beliau menetap di desa Ampeldenta, menjadi penguasa daerah tersebut maka kemudian beliau dikenal sebagai Sunan Ampel.
Sunan berasal dari kata Susuhunan, artinya Yang dijunjung Tinggi atau panutan masyarakat setempat.
Ada juga yang mengatakan Sunan berasal dari kata Suhu Nan artinya Guru Besar atau Orang Yang Berilmu Tinggi.
Selanjutnya beliau mendirikan pesantren tempat mendidik putra bangsawan dan pangeran Majapahit serta siapa saja yang mau datang berguru kepada beliau.
Ajarannya yang terkenal Hasil didikan beliau yang terkenal adalah falsafah Moh Limo atau Tidak Mau Melakukan Lima Hal tercela yaitu:
Raja menganggap agama Islam itu adalah ajaran budi pekerti yang mulia, maka ketika Raden Rahmat kemudian mengumumkan ajarannya adalah agama Islam maka Prabu Brawijaya tidak menjadi marah, hanya saja ketika dia diajak untuk memeluk agama Islam ia tidak mau.
Ia ingin menjadi Raja Budha yang terakhir di Majapahit.
Raden Rahmat diperbolehkan menyiarkan agama Islam di wilayah Surabaya bahkan di seluruh wilayah Majapahit, dengan catatan bahwa rakyat tidak boleh dipaksa.
Raden Rahmat pun memberi penjelasan bahwa tidak ada paksaan dalam beragama.
Rombongan itu melalui desa Krian, Wonokromo terus memasuki Kembangkuning. Selama dalam perjalanan beliau juga berdakwah kepada penduduk setempat yang dilaluinya.
Dakwah yang pertama kali dilakukannya cukup unik.
Beliau membuat kerajinan berbentuk kipas yang terbuat dari akar tumbuh-tumbuhan tertentu dan dianyam rotan. Kipas-kipas itu dibagi-bagikan kepada penduduk setempat secara gratis.
Para penduduk hanya cukup menukarkannya dengan kalimah syahadat.
Penduduk yang menerima kipas itu merasa sangat senang.
Terlebih setelah mereka mengetahui kipas itu bukan sembarang kipas, akar yang dianyam bersama rotan itu ternyata berdaya penyembuh bagi mereka yang terkena penyakit batuk dan demam.
Dengan cara itu semakin banyak orang yang berdatangan kepada Raden Rahmat.
Pada saat demikianlah ia memperkenalkan keindahan agama Islam sesuai tingkat pemahaman mereka.
Cara itu terus dilakukan hingga rombongan memasuki desa Kembangkuning.
Pada saat itu wilayah desa Kembangkuning belum seluas sekarang ini.
Di sana-sini masih banyak hutan dan digenangi air atau rawa-rawa.
Dengan karomahNYA, Raden Rahmat bersama rombongan membuka hutan dan mendirikan tempat sembahyang sederhana atau langgar.
Tempat sembahyang tersebut sekarang telah dirubah menjadi Masjid yang cukup besar dan bagus, dinamakan sesuai dengan nama Raden Rahmat yaitu Masjid Rahmat Kembangkuning. Di tempat itu pula Raden Rahmat bertemu dan berkenalan dengan dua tokoh masyarakat yaitu: Ki Wiryo Sarojo dan Ki Bang Kuning.
Kedua tokoh masyarakat itu bersama keluarganya masuk Islam dan menjadi pengikut Raden Rahmat.
Dengan adanya kedua tokoh masyarakat itu maka semakin mudah bagi Raden Rahmat untuk mengadakan pendekatan kepada masyarakat sekitarnya.
Terutama kepada masyarakat yang masih memegang teguh adat kepercayaan lama.
Jika mereka sudah mengenal tauhid atau keimanan kepada Tuhan Pencipta Alam, maka secara otomatis mereka akan meninggalkan sendiri kepercayaan lama yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Setelah sampai di tempat tujuan, pertama kali yang dilakukannya adalah membangun Masjid sebagai pusat kegiatan ibadah.
Ini meneladani apa yang telah dilakukan Nabi Muhammad SAW saat pertama kali sampai di Madinah.
Dan karena beliau menetap di desa Ampeldenta, menjadi penguasa daerah tersebut maka kemudian beliau dikenal sebagai Sunan Ampel.
Sunan berasal dari kata Susuhunan, artinya Yang dijunjung Tinggi atau panutan masyarakat setempat.
Ada juga yang mengatakan Sunan berasal dari kata Suhu Nan artinya Guru Besar atau Orang Yang Berilmu Tinggi.
Selanjutnya beliau mendirikan pesantren tempat mendidik putra bangsawan dan pangeran Majapahit serta siapa saja yang mau datang berguru kepada beliau.
Ajarannya yang terkenal Hasil didikan beliau yang terkenal adalah falsafah Moh Limo atau Tidak Mau Melakukan Lima Hal tercela yaitu:
- Moh Main atau Tidak Mau Berjudi
- Moh Ngombe atau Tidak Mau Minum Arak atau Bermabuk-mabukan
- Moh Maling atau Tidak Mau Mencuri
- Moh Madat atau Tidak Mau Menghisap candu, ganja dan lain-lain
- Moh Madon atau Tidak Mau Berzina/main perempuan yang bukan istrinya Prabu Brawijaya sangat senang atas hasil didikan Raden Rahmat.
Raja menganggap agama Islam itu adalah ajaran budi pekerti yang mulia, maka ketika Raden Rahmat kemudian mengumumkan ajarannya adalah agama Islam maka Prabu Brawijaya tidak menjadi marah, hanya saja ketika dia diajak untuk memeluk agama Islam ia tidak mau.
Ia ingin menjadi Raja Budha yang terakhir di Majapahit.
Raden Rahmat diperbolehkan menyiarkan agama Islam di wilayah Surabaya bahkan di seluruh wilayah Majapahit, dengan catatan bahwa rakyat tidak boleh dipaksa.
Raden Rahmat pun memberi penjelasan bahwa tidak ada paksaan dalam beragama.