Setelah Syekh Maulana Malik Ibrahim wafat, maka Sunan Ampel diangkat sebagai sesepuh Walisongo, sebagai Mufti atau pemimpin agama Islam se Tanah Jawa.
Beberapa murid dan putra Sunan Ampel sendiri juga menjadi anggota Walisongo, mereka adalah:
Raden Patah atau Sunan Kota memang pernah menjadi anggota Walisongo menggantikan kedudukan salah seorang wali yang meninggal dunia.
Dengan diangkatnya Sunan Ampel sebagai sesepuh maka para wali lain tunduk patuh kepada kata-katanya. Termasuk fatwa beliau dalam memutuskan peperangan dengan pihak Majapahit.
Para wali yang lebih muda menginginkan agar tahta Majapahit direbut dalam tempo secepat-cepatnya. Tetapi Sunan Ampel berpendapat bahwa masalah tahta Majapahit tidak perlu diserang secara langsung, karena kerajaan besar itu sesungguhnya sudah keropos dari dalam.
Tak usah diserang oleh Demak Bintoro pun sebenarnya Majapahit akan segera runtuh.
Para wali yang lebih muda menganggap Sunan Ampel telah lamban dalam memberikan nasehat kepada Raden Patah.
"Mengapa Ramanda berpendapat demikian?"
tanya Raden Patah terhitung menantunya sendiri.
"Karena aku tidak ingin di kemudian hari ada orang menuduh Raja Demak Bintoro yang masih putra Majapahit Prabu Kertabumi telah berlaku durhaka yaitu berani menyerang ayahandanya sendiri", jawab Sunan Ampel dengan tenang.
"Lalu apa yang harus saya lakukan?" tanya Raden Patah kembali.
"Kau harus sabar menunggu sembari menyusun kekuatan," ujar Sunan Ampel.
"Tak lama lagi Majapahit akan runtuh dari dalam.
Diserang adipati lain.
Pada saat itulah kau berhak merebut hak warismu selaku putra Prabu Kertabumi".
"Majapahit diserang adipati lain?
Apakah saya tidak berkewajiban membelanya?"
tanya Raden Patah.
"Inilah ketentuan Tuhan," sahut Sunan Ampel.
"Waktu kejadiannya masih dirahasiakan. Aku sendiri tidak tahu persis kapankah peristiwa itu akan berlangsung.
Yang jelas bukan kau adipati yang menyerang Majapahit itu", jawab Sunan Ampel.
Sunan Ampel adalah Penasehat Politik Demak Bintoro.
Sekaligus merangkap Pemimpin Walisongo atau Mufti Agama se-Tanah Jawa.
Maka fatwanya dipatuhi banyak orang. Kekuatiran Sunan Ampel tersebut memang terbukti.
Di kemudian hari ternyata ada orang-orang pembenci Islam memutarbalikkan fakta sejarah.
Mereka menuliskan bahwa Majapahit jatuh diserang oleh kerajaan Demak Bintoro yang Rajanya adalah putra Raja Majapahit sendiri.
Dengan demikian Raden Patah dianggap sebagai Anak Durhaka.
Ini dapat anda lihat di dalam Serat Darmo Gandul maupun sejarah yang ditulis para Sarjana yang membenci Islam.
Raden Patah dan para wali lainnya akhirnya tunduk patuh pada fatwa Sunan Ampel.
Tibalah saatnya Sunan Ampel wafat pada tahun 1478.
Sunan Kalijaga diangkat sebagai penasehat bagian politik Demak.
Sunan Giri diangkat sebagai pengganti Sunan Ampel sebagai Mufti, pemimpin para Wali dan pemimpin agama se-Tanah Jawa.
Sesepuh yang selalu dimintai pertimbangannya.
Setelah Sunan Giri diangkat sebagai Mufti sikapnya terhadap Majapahit sekarang berubah.
Ia menyetujui usul Aliran Tuban untuk mencari fatwa kepada Raden Patah agar menyerang Majapahit.
Mengapa Sunan Giri bersikap demikian? Karena pada tahun 1478 Kerajaan Majapahit diserang oleh Prabu Rana Wijaya atau Girindrawardhana dari Kadipaten Kediri atau Keling.
Dengan demikian sudah tepatlah jika Sunan Giri menyetujui penyerangan Demak atas Majapahit.
Sebab pewaris sah tahta kerajaan Majapahit adalah Raden Patah selaku putera Raja Majapahit yang terakhir.
Demak kemudian bersiap-siap menyusun kekuatan.
Namun belum lagi serangan dilancarkan, Prabu Rana Wijaya keburu tewas diserang oleh Prabu Udara pada tahun 1498. Pada tahun 1512, Prabu Udara selaku Raja Majapahit merasa terancam kedudukannya karena melihat kedudukan Demak yang didukung Sunan Giri Kedaton semakin kuat dan mapan.
Prabu Udara kawatir jika terjadi peperangan akan menderita kekalahan, maka dia minta bekerjasama dan minta bantuan Portugis di Malaka.
Padahal Putera Mahkota Demak yaitu Pati Unus pada tahun 1511 telah menyerang Portugis di Malaka.
Sejarah mencatat bahwa Prabu Udara telah mengirim utusan ke Malaka untuk menemui Alfonso d'Albuquerque untuk menyerahkan hadiah berupa 20 genta (gamelan), sepotong kain panjang bernama Beirami tenunan Kambayat, 13 batang lembing yang ujungnya berbesi dan sebagainya. Maka tidak salah jika pada tahun 1517 Demak menyerang Prabu Udara yang merampas tahta Majapahit secara tidak sah.
Dengan demikian jatuhlah Majapahit ke tangan Demak.
Seandainya Demak tidak segera menyerang Majapahit tentu bangsa Portugis akan menjajah tanah Jawa jauh lebih cepat daripada bangsa Belanda.
Setelah Majapahit jatuh pusaka kerajaan diboyong ke Demak Bintoro. Termasuk Mahkota Rajanya.
Raden Patah diangkat sebagai Raja Demak yang pertama.
Sunan Ampel juga turut membantu mendirikan Masjid Agung Demak yang didirikan pada tahun 1477 M.
Salah satu di antara empat tiang utama Masjid Demak hingga sekarang masih diberi nama sesuai dengan yang membuatnya yaitu Sunan Ampel.
Beliau pula yang pertama kali menciptakan Huruf Pegon atau Tulisan Arab berbunyi bahasa Jawa.
Dengan huruf pegon ini beliau dapat menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada muridnya.
Hingga sekarang huruf pegon tetap dipakai sebagai bahan pelajaran agama Islam di kalangan pesantren.
Beberapa murid dan putra Sunan Ampel sendiri juga menjadi anggota Walisongo, mereka adalah:
- Sunan Giri
- Sunan Bonang
- Sunan Drajat
- Sunan Kalijaga
- Sunan Muria
- Sunan Kota atau Raden Patah
- Sunan Kudus
- Sunan Gunungjati
Raden Patah atau Sunan Kota memang pernah menjadi anggota Walisongo menggantikan kedudukan salah seorang wali yang meninggal dunia.
Dengan diangkatnya Sunan Ampel sebagai sesepuh maka para wali lain tunduk patuh kepada kata-katanya. Termasuk fatwa beliau dalam memutuskan peperangan dengan pihak Majapahit.
Para wali yang lebih muda menginginkan agar tahta Majapahit direbut dalam tempo secepat-cepatnya. Tetapi Sunan Ampel berpendapat bahwa masalah tahta Majapahit tidak perlu diserang secara langsung, karena kerajaan besar itu sesungguhnya sudah keropos dari dalam.
Tak usah diserang oleh Demak Bintoro pun sebenarnya Majapahit akan segera runtuh.
Para wali yang lebih muda menganggap Sunan Ampel telah lamban dalam memberikan nasehat kepada Raden Patah.
"Mengapa Ramanda berpendapat demikian?"
tanya Raden Patah terhitung menantunya sendiri.
"Karena aku tidak ingin di kemudian hari ada orang menuduh Raja Demak Bintoro yang masih putra Majapahit Prabu Kertabumi telah berlaku durhaka yaitu berani menyerang ayahandanya sendiri", jawab Sunan Ampel dengan tenang.
"Lalu apa yang harus saya lakukan?" tanya Raden Patah kembali.
"Kau harus sabar menunggu sembari menyusun kekuatan," ujar Sunan Ampel.
"Tak lama lagi Majapahit akan runtuh dari dalam.
Diserang adipati lain.
Pada saat itulah kau berhak merebut hak warismu selaku putra Prabu Kertabumi".
"Majapahit diserang adipati lain?
Apakah saya tidak berkewajiban membelanya?"
tanya Raden Patah.
"Inilah ketentuan Tuhan," sahut Sunan Ampel.
"Waktu kejadiannya masih dirahasiakan. Aku sendiri tidak tahu persis kapankah peristiwa itu akan berlangsung.
Yang jelas bukan kau adipati yang menyerang Majapahit itu", jawab Sunan Ampel.
Sunan Ampel adalah Penasehat Politik Demak Bintoro.
Sekaligus merangkap Pemimpin Walisongo atau Mufti Agama se-Tanah Jawa.
Di kemudian hari ternyata ada orang-orang pembenci Islam memutarbalikkan fakta sejarah.
Mereka menuliskan bahwa Majapahit jatuh diserang oleh kerajaan Demak Bintoro yang Rajanya adalah putra Raja Majapahit sendiri.
Dengan demikian Raden Patah dianggap sebagai Anak Durhaka.
Ini dapat anda lihat di dalam Serat Darmo Gandul maupun sejarah yang ditulis para Sarjana yang membenci Islam.
Raden Patah dan para wali lainnya akhirnya tunduk patuh pada fatwa Sunan Ampel.
Tibalah saatnya Sunan Ampel wafat pada tahun 1478.
Sunan Kalijaga diangkat sebagai penasehat bagian politik Demak.
Sunan Giri diangkat sebagai pengganti Sunan Ampel sebagai Mufti, pemimpin para Wali dan pemimpin agama se-Tanah Jawa.
Sesepuh yang selalu dimintai pertimbangannya.
Setelah Sunan Giri diangkat sebagai Mufti sikapnya terhadap Majapahit sekarang berubah.
Ia menyetujui usul Aliran Tuban untuk mencari fatwa kepada Raden Patah agar menyerang Majapahit.
Mengapa Sunan Giri bersikap demikian? Karena pada tahun 1478 Kerajaan Majapahit diserang oleh Prabu Rana Wijaya atau Girindrawardhana dari Kadipaten Kediri atau Keling.
Dengan demikian sudah tepatlah jika Sunan Giri menyetujui penyerangan Demak atas Majapahit.
Sebab pewaris sah tahta kerajaan Majapahit adalah Raden Patah selaku putera Raja Majapahit yang terakhir.
Demak kemudian bersiap-siap menyusun kekuatan.
Namun belum lagi serangan dilancarkan, Prabu Rana Wijaya keburu tewas diserang oleh Prabu Udara pada tahun 1498. Pada tahun 1512, Prabu Udara selaku Raja Majapahit merasa terancam kedudukannya karena melihat kedudukan Demak yang didukung Sunan Giri Kedaton semakin kuat dan mapan.
Prabu Udara kawatir jika terjadi peperangan akan menderita kekalahan, maka dia minta bekerjasama dan minta bantuan Portugis di Malaka.
Padahal Putera Mahkota Demak yaitu Pati Unus pada tahun 1511 telah menyerang Portugis di Malaka.
Sejarah mencatat bahwa Prabu Udara telah mengirim utusan ke Malaka untuk menemui Alfonso d'Albuquerque untuk menyerahkan hadiah berupa 20 genta (gamelan), sepotong kain panjang bernama Beirami tenunan Kambayat, 13 batang lembing yang ujungnya berbesi dan sebagainya. Maka tidak salah jika pada tahun 1517 Demak menyerang Prabu Udara yang merampas tahta Majapahit secara tidak sah.
Dengan demikian jatuhlah Majapahit ke tangan Demak.
Seandainya Demak tidak segera menyerang Majapahit tentu bangsa Portugis akan menjajah tanah Jawa jauh lebih cepat daripada bangsa Belanda.
Setelah Majapahit jatuh pusaka kerajaan diboyong ke Demak Bintoro. Termasuk Mahkota Rajanya.
Raden Patah diangkat sebagai Raja Demak yang pertama.
Sunan Ampel juga turut membantu mendirikan Masjid Agung Demak yang didirikan pada tahun 1477 M.
Salah satu di antara empat tiang utama Masjid Demak hingga sekarang masih diberi nama sesuai dengan yang membuatnya yaitu Sunan Ampel.
Beliau pula yang pertama kali menciptakan Huruf Pegon atau Tulisan Arab berbunyi bahasa Jawa.
Dengan huruf pegon ini beliau dapat menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada muridnya.
Hingga sekarang huruf pegon tetap dipakai sebagai bahan pelajaran agama Islam di kalangan pesantren.