Kurang lebih sekitar tahun 479, Sunan Gunungjati pergi ke daratan Cina dan tinggal di daerah Nan King.
Di sana ia digelari dengan sebutan Maulana Insanul Kamil.
Daratan Cina sejak lama dikenal sebagai gudangnya ilmu pengobatan, maka di sana Sunan Gunungjati juga berdakwah dengan jalan memanfaatkan ilmu pengobatan.
Beliau menguasai ilmu pengobatan tradisional.
Di samping itu, pada setiap gerakan fisik dari ibadah shalat sebenarnya merupakan gerakan ringan dari terapi pijat atau akupuntur terutama bila seseorang mau mendirikan shalat dengan baik, benar lengkap dengan amalan sunnah dan tuma'ninahnya.
Dengan mengajak masyarakat Cina agar tidak makan daging babi yang mengandung cacing pita, dan giat mendirikan shalat lima waktu, maka orang yang berobat kepada Sunan Gunungjati banyak yang sembuh sehingga nama Gunungjati menjadi terkenal di seluruh daratan Cina.
Di negeri Naga itu Sunan Gunungjati berkenalan dengan Jenderal Cheng Ho dan sekretaris kerajaan bernama Ma Huan, serta Feis Hsin, ketiga orang ini sudah masuk Islam.
Pada suatu ketika Gunungjati berkunjung ke hadapan Kaisar Hong Gie, pengganti Kaisar Yung Lo dari dinasti Ming.
Dalam kunjungan itu Sunan Gunungjati berkenalan dengan putri Kaisar yang bernama Ong Tien.
Menurut versi lain yang mirip sebuah legenda, sebenarnya kedatangan Sunan Gunungjati di negeri Cina adalah karena tidak sengaja.
Pada suatu malam, beliau hendak melaksanakan shalat Tahajud.
Beliau hendak shalat di rumah tapi tidak bisa khusyu'.
Beliau heran, padahal bagi para wali, sahalat tahajud itu adalah kewajiban yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Kemudian Sunan Gunungjati shalat di atas perahu yang ditambatkan di tepi pantai Cirebon.
Di sana beliau dapat shalat dengan khusyu'.
Bahkan dapat tidur dengan nyenyak setelah shalat dan berdoa.
Ketika beliau terbangun, beliau merasa kaget.
Daratan pulau Jawa tidak nampak lagi. Tanpa sepengetahuannya beliau telah dihanyutkan ombak hingga sampai ke negeri Cina.
Di negeri Cina beliau membuka praktik pengobatan.
Penduduk Cina yang berobat disuruhnya melaksanakan shalat.
Setelah mengerjakan shalat mereka sembuh.
Makin hari namanya makin terkenal, beliau dianggap sebagai shinse atau tabib sakti yang berkepandaian tinggi. Kabar adanya tabib asing yang berkepandaian tinggi terdengar oleh Kaisar.
Sunan Gunungjati dipanggil ke istana. Kaisar Cina hendak menguji kepandaian Sunan Gunungjati.
Sebagai seorang tabib dia pasti dapat mengetahui nama seorang yang hamil muda atau belum hamil.
Dua orang Kaisar disuruh maju.
Sedang yang seorang lagi masih perawan namun perutnya diganjal dengan bantal sehingga nampak seperti orang hamil.
Sementara yang benar-benar hamil perutnya masih kelihatan kecil sehingga nampak seperti orang yang belum hamil.
"Hai tabib! Mana di antara puteriku yang hamil?" tanya Kaisar.
Sunan Gunungjati diam sejenak, ia berdoa kepada Tuhan. "Hai orang asing mengapa kau diam? Cepat kau jawab!", bentak Kaisar Cina.
"Dia!" jawab Sunan Gunungjati sembari menunjuk putri Ong Tien yang masih perawan.
Kaisar tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban itu.
Demikian pula seluruh menteri dan semua orang yang ada di balairung istana Kaisar.
Namu tiba-tiba tawa mereka terhenti, karena putri Ong Tien menjerit keras sembari memegangi perutnya.
"Ada apa anakku?" tanya Kaisar.
"Ayah! Saya benar-benar hamil!" Maka gemparlah seisi istana.
Ternyata bantal yang di perut Puteri Ong Tien telah lenyap entah kemana. Sementara perut putri yang cantik itu benar-benar membesar seperti orang hamil.
Kaisar munjadi murka.
Sunan Gunungjati diusir dari daratan Cina.
Sunan Gunungjati menurut.
Hari itu juga ia pamit pulang ke Pulau Jawa.
Namun Puteri Ong Tien ternyata terlanjur jatuh cinta kepada Sunan Gunungjati maka dia minta kepada ayahnya agar diperbolehkan menyusul Sunan Gunungjati ke Pulau Jawa.
Kaisar Hong Gie akhirnya mengijinkan puterinya menyusul Sunan Gunungjati ke Pulau Jawa.
Puteri Ong Tien dibekali harta benda dn barang-barang berharga lainnya seperti bokor, guci emas, dan permata.
Puteri cantik itu dikawal oleh tiga orang pembesar kerajaan yaitu Pai Li Bang seorang menteri negara, Lie Guan Chang dan Lie Guan Hien. Pai Li Bang adalah salah seorang murid Sunan Gunugjati tatkala beliau berdakwah di negeri Cina.
Dalam pelayaran ke Pulau Jawa, mereka singgah di Kadipaten Sriwijaya.
Begitu mereka datang para penduduk menyambutnya dengan meriah sekali. Mereka merasa heran.
"Ada apa ini?" Pai Li Bang bertanya kepada tetua masyarakat Sriwijaya.
Tetua masyarakat balik bertanya,"Siapa yang bernama Pai Li Bang?".
"Saya sendiri", jawab Pai Li Bang.
Kontan Pai Li Bang digotong penduduk di atas tandu.
Dielu-elukan sebagai pemimpin besar. Dia dibawa ke istana Kadipaten Sriwijaya.
Setelah duduk di kursi Adipati.
Pai Li Bang bertanya,"Sebenarnya apa yang telah terjadi?" Tetua masyarakat itu menerangkan,"Bahwa Adipati Ario Damar selaku pemegang kekuasaan Sriwijaya telah meninggal dunia. Penduduk merasa bingung mencari penggantinya, karena putera Ario Damar sudah menetap di Pulau Jawa.
Yaitu Raden Fatah dan Raden Hasan. Dalam kebingungan itu muncullah Sunan Gunungjati, beliau berpesan bahwa sebentar lagi akan datang rombongan muridnya dari negeri Cina, namanya Pai Li Bang.
Muridnya itulah yang pantas menjadi pengganti Ario Damar.
Sebab muridnya itu adalah seorang menteri negara di negeri Cina.
Setelah berpesan demikian Sunan Gunungjati meneruskan pelayarannya ke Pulau Jawa.
Pai Li Bang memang muridnya.
Dia semakin kagum kepada gurunya yang ternyata mengetahui sebelum kejadian, tahu kalau dia bakal menyusul ke Pulau Jawa.
Pai Li Bang tidak menolak kleinginan gurunya, dia bersedia menjadi Adipati Sriwijaya.
Dalam pemerintahannya Sriwijaya maju pesat sebagai kadipaten yang paling makmur dan aman.
Setelah Pai Li Bang meninggal dunia maka nama kadipaten Sriwijaya diganti dengan nama kadipaten Pai Li Bang.
Dalam perkembangannya karena proses pengucapan lidah orang Sriwijaya maka lama kelamaan kadipaten itu lebih dikenal dengan sebutan Palembang hingga sekarang.
Sementara itu Puteri Ong Tien meneruskan pelayarannya hingga ke Pulau Jawa.
Sampai di Cirebon dia mencari Sunan Gunungjati.
Tapi Sunan Gunungjati sedang berada di Luragung.
Puteri itu pun menyusulnya.
Pernikahan antara Puteri Ong Tien dengan Sunan Gunungjati terjadi pada tahun 1481, tapi sayang pada tahun 1485 Puteri Ong Tien meninggal dunia.
Maka jika anda berkunjung ke makam Sunan Gunungjati di Cirebon janganlah anda merasa heran, di sana banyak ornamen Cina dan nuansa-nuansa Cina lainnya.
Memang ornamen dan barang-barang antik itu berasal dari Cina.
Di sana ia digelari dengan sebutan Maulana Insanul Kamil.
Daratan Cina sejak lama dikenal sebagai gudangnya ilmu pengobatan, maka di sana Sunan Gunungjati juga berdakwah dengan jalan memanfaatkan ilmu pengobatan.
Beliau menguasai ilmu pengobatan tradisional.
Di samping itu, pada setiap gerakan fisik dari ibadah shalat sebenarnya merupakan gerakan ringan dari terapi pijat atau akupuntur terutama bila seseorang mau mendirikan shalat dengan baik, benar lengkap dengan amalan sunnah dan tuma'ninahnya.
Dengan mengajak masyarakat Cina agar tidak makan daging babi yang mengandung cacing pita, dan giat mendirikan shalat lima waktu, maka orang yang berobat kepada Sunan Gunungjati banyak yang sembuh sehingga nama Gunungjati menjadi terkenal di seluruh daratan Cina.
Di negeri Naga itu Sunan Gunungjati berkenalan dengan Jenderal Cheng Ho dan sekretaris kerajaan bernama Ma Huan, serta Feis Hsin, ketiga orang ini sudah masuk Islam.
Pada suatu ketika Gunungjati berkunjung ke hadapan Kaisar Hong Gie, pengganti Kaisar Yung Lo dari dinasti Ming.
Dalam kunjungan itu Sunan Gunungjati berkenalan dengan putri Kaisar yang bernama Ong Tien.
Menurut versi lain yang mirip sebuah legenda, sebenarnya kedatangan Sunan Gunungjati di negeri Cina adalah karena tidak sengaja.
Pada suatu malam, beliau hendak melaksanakan shalat Tahajud.
Beliau hendak shalat di rumah tapi tidak bisa khusyu'.
Beliau heran, padahal bagi para wali, sahalat tahajud itu adalah kewajiban yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Kemudian Sunan Gunungjati shalat di atas perahu yang ditambatkan di tepi pantai Cirebon.
Di sana beliau dapat shalat dengan khusyu'.
Bahkan dapat tidur dengan nyenyak setelah shalat dan berdoa.
Ketika beliau terbangun, beliau merasa kaget.
Daratan pulau Jawa tidak nampak lagi. Tanpa sepengetahuannya beliau telah dihanyutkan ombak hingga sampai ke negeri Cina.
Di negeri Cina beliau membuka praktik pengobatan.
Penduduk Cina yang berobat disuruhnya melaksanakan shalat.
Setelah mengerjakan shalat mereka sembuh.
Makin hari namanya makin terkenal, beliau dianggap sebagai shinse atau tabib sakti yang berkepandaian tinggi. Kabar adanya tabib asing yang berkepandaian tinggi terdengar oleh Kaisar.
Sunan Gunungjati dipanggil ke istana. Kaisar Cina hendak menguji kepandaian Sunan Gunungjati.
Sebagai seorang tabib dia pasti dapat mengetahui nama seorang yang hamil muda atau belum hamil.
Dua orang Kaisar disuruh maju.
Sedang yang seorang lagi masih perawan namun perutnya diganjal dengan bantal sehingga nampak seperti orang hamil.
Sementara yang benar-benar hamil perutnya masih kelihatan kecil sehingga nampak seperti orang yang belum hamil.
"Hai tabib! Mana di antara puteriku yang hamil?" tanya Kaisar.
Sunan Gunungjati diam sejenak, ia berdoa kepada Tuhan. "Hai orang asing mengapa kau diam? Cepat kau jawab!", bentak Kaisar Cina.
"Dia!" jawab Sunan Gunungjati sembari menunjuk putri Ong Tien yang masih perawan.
Kaisar tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban itu.
Demikian pula seluruh menteri dan semua orang yang ada di balairung istana Kaisar.
Namu tiba-tiba tawa mereka terhenti, karena putri Ong Tien menjerit keras sembari memegangi perutnya.
"Ayah! Saya benar-benar hamil!" Maka gemparlah seisi istana.
Ternyata bantal yang di perut Puteri Ong Tien telah lenyap entah kemana. Sementara perut putri yang cantik itu benar-benar membesar seperti orang hamil.
Kaisar munjadi murka.
Sunan Gunungjati diusir dari daratan Cina.
Sunan Gunungjati menurut.
Hari itu juga ia pamit pulang ke Pulau Jawa.
Namun Puteri Ong Tien ternyata terlanjur jatuh cinta kepada Sunan Gunungjati maka dia minta kepada ayahnya agar diperbolehkan menyusul Sunan Gunungjati ke Pulau Jawa.
Kaisar Hong Gie akhirnya mengijinkan puterinya menyusul Sunan Gunungjati ke Pulau Jawa.
Puteri Ong Tien dibekali harta benda dn barang-barang berharga lainnya seperti bokor, guci emas, dan permata.
Puteri cantik itu dikawal oleh tiga orang pembesar kerajaan yaitu Pai Li Bang seorang menteri negara, Lie Guan Chang dan Lie Guan Hien. Pai Li Bang adalah salah seorang murid Sunan Gunugjati tatkala beliau berdakwah di negeri Cina.
Dalam pelayaran ke Pulau Jawa, mereka singgah di Kadipaten Sriwijaya.
Begitu mereka datang para penduduk menyambutnya dengan meriah sekali. Mereka merasa heran.
"Ada apa ini?" Pai Li Bang bertanya kepada tetua masyarakat Sriwijaya.
Tetua masyarakat balik bertanya,"Siapa yang bernama Pai Li Bang?".
"Saya sendiri", jawab Pai Li Bang.
Kontan Pai Li Bang digotong penduduk di atas tandu.
Dielu-elukan sebagai pemimpin besar. Dia dibawa ke istana Kadipaten Sriwijaya.
Setelah duduk di kursi Adipati.
Pai Li Bang bertanya,"Sebenarnya apa yang telah terjadi?" Tetua masyarakat itu menerangkan,"Bahwa Adipati Ario Damar selaku pemegang kekuasaan Sriwijaya telah meninggal dunia. Penduduk merasa bingung mencari penggantinya, karena putera Ario Damar sudah menetap di Pulau Jawa.
Yaitu Raden Fatah dan Raden Hasan. Dalam kebingungan itu muncullah Sunan Gunungjati, beliau berpesan bahwa sebentar lagi akan datang rombongan muridnya dari negeri Cina, namanya Pai Li Bang.
Muridnya itulah yang pantas menjadi pengganti Ario Damar.
Sebab muridnya itu adalah seorang menteri negara di negeri Cina.
Setelah berpesan demikian Sunan Gunungjati meneruskan pelayarannya ke Pulau Jawa.
Pai Li Bang memang muridnya.
Dia semakin kagum kepada gurunya yang ternyata mengetahui sebelum kejadian, tahu kalau dia bakal menyusul ke Pulau Jawa.
Pai Li Bang tidak menolak kleinginan gurunya, dia bersedia menjadi Adipati Sriwijaya.
Dalam pemerintahannya Sriwijaya maju pesat sebagai kadipaten yang paling makmur dan aman.
Setelah Pai Li Bang meninggal dunia maka nama kadipaten Sriwijaya diganti dengan nama kadipaten Pai Li Bang.
Dalam perkembangannya karena proses pengucapan lidah orang Sriwijaya maka lama kelamaan kadipaten itu lebih dikenal dengan sebutan Palembang hingga sekarang.
Sementara itu Puteri Ong Tien meneruskan pelayarannya hingga ke Pulau Jawa.
Sampai di Cirebon dia mencari Sunan Gunungjati.
Tapi Sunan Gunungjati sedang berada di Luragung.
Puteri itu pun menyusulnya.
Pernikahan antara Puteri Ong Tien dengan Sunan Gunungjati terjadi pada tahun 1481, tapi sayang pada tahun 1485 Puteri Ong Tien meninggal dunia.
Maka jika anda berkunjung ke makam Sunan Gunungjati di Cirebon janganlah anda merasa heran, di sana banyak ornamen Cina dan nuansa-nuansa Cina lainnya.
Memang ornamen dan barang-barang antik itu berasal dari Cina.